Di kamar kecilnya yang dipenuhi bayangan redup, Nina duduk dekat jendela, menikmati rintik hujan yang jatuh dengan lembut. Inilah kisah cinta di lirik panji sakti.
Di meja kecil di sampingnya, ponselnya memutar lagu yang sangat akrab di telinga, “Jiwaku Sekuntum Bunga Kamboja” dari Panji Sakti. Suara gitar akustik yang lembut dan vokal yang penuh perasaan memenuhi ruangan, seakan membawa Nina ke dalam dimensi lain.
“Jiwaku sekuntum bunga kamboja. . . ” gumamnya, menggumamkan lirik tersebut dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.
Bagi Nina, lagu ini lebih dari sekadar melodi, setiap nadanya menyimpan kenangan, setiap liriknya menyuarakan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
“Kamu tahu,” ia berkata pelan, meskipun berada dalam kesendirian. “Setiap kali aku mendengar lagu ini, aku merasa seolah sedang berbicara denganmu. Seakan kamu ada di sini, walau kenyataannya tidak. Tapi kamu ada. ”
Ia memejamkan mata, membayangkan wajah seseorang yang begitu dirindukannya, seorang lelaki yang selama ini diam-diam menghuni relung hatinya. Meskipun terpisah oleh jarak, kehadirannya terasa mendekat setiap kali melodi ini mengalun.
“Lagu ini mengingatkanku padamu,” bisiknya lembut. “Sederhana, namun penuh makna. Ada kesedihan di dalamnya, tetapi juga keindahan yang sulit untuk dijelaskan. ”
Nina tersenyum kecil, meski air mata mulai menggenang di sudut matanya. “Aku merindukanmu. Namun, aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa rindu ini. Jadi, aku hanya mendengarkan lagu ini berulang-ulang, seolah itu bisa menyembuhkan segalanya”.
Mengingatkan Perpisahan Panji Sakti
Hujan di luar semakin deras, suara tetesan airnya berpadu harmonis dengan dentingan gitar yang terus mengalun. Nina memeluk dirinya sendiri, berusaha mencari kehangatan di tengah dinginnya malam.
“Kamu tahu, bunga kamboja itu begitu indah. Namun, selalu membuatku teringat akan perpisahan. Apakah mungkin lagu ini adalah caraku untuk menerima kenyataan bahwa kita takkan pernah benar-benar bersama?”.
Ia menghela napas panjang, membiarkan air mata yang sudah ditahan mengalir perlahan. “Tapi tak masalah,” katanya pelan.
“Meski aku tak bisa memilikimu, aku masih memiliki lagu ini, aku masih kenang bagaimana dulu. Setidaknya, aku bisa merasakan kehadiranmu di sini, dalam setiap nadanya.”
Ketika lagu itu berakhir, Nina menekan tombol replay dengan lembut. Ia tahu bahwa malam ini akan dihabiskan dengan mendengarkan “Jiwaku Sekuntum Bunga Kamboja” berulang kali.
Di setiap putarannya, ia akan membiarkan rindunya mengalir, melayang mengikuti nada-nada yang penuh makna.
“Selamat malam bunga kambojaku,” bisiknya lembut, seolah-olah lelaki itu dapat mendengarnya.
“Semoga kau bahagia di sana, di tempat yang mungkin takkan pernah bisa kutempuh. Tak apa-apa. Selama lagu ini ada, kau akan selalu hidup dalam ruang kecil itu, di dalam hatiku”.
Tentang Penulis:
Putri Fajar Andini, lahir di Palembang pada tanggal 04 April 2003, berasal dari Provinsi Sumatera Selatan. Saat ini, ia merupakan mahasiswi Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung angkatan 2022. Akun Instagramnya adalah @__putrifajar.
 
	    	 
		    






 
							


