Bandar Lampung, Merapah.com — Nada berjalan sendirian di sore yang sejuk, menikmati pemandangan matahari yang perlahan tenggelam di balik pepohonan. Angin sejuk membawa aroma tanah basah setelah hujan kerimis tadi, dan uap tipis dari kayu basah menambah suasana menjadi semakin syahdu. Hilangkan bekas luka.
Namun, pikirannya jauh dari ketenangan alam sekitarnya. Ia terus memikirkan tentang ejekan dan hinaan yang sering ia terima dari orang-orang di sekitarnya.
“Kenapa harus saya yang jadi bahan penghinaan orang-orang?” Nada bertanya pada dirinya sendiri, perasaan sedih dan frustrasi mulai mengendap di hatinya. “Apakah karena saya tidak memiliki orang tua yang lengkap? Apakah itu alasan bagi mereka untuk memperlakukan saya seperti ini?”
Nada menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Ia tahu bahwa ejekan dan hinaan orang lain tidak sepenuhnya tentang dirinya. Namun, sulit untuk tidak merasa terluka ketika kata-kata kasar itu terus menghantui pikirannya.
Sesuatu yang Berbeda
Tiba-tiba, langkah kaki di belakangnya memecah keheningan. Nada menoleh, mencari tahu siapa yang datang. Dari balik semak-semak yang basah, seorang teman lama muncul. Mereka tidak bertemu dalam waktu lama, dan Nada bisa melihat ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan temannya.
“Hai, Nada,” kata temannya dengan senyum hangat. “Aku melihatmu dari jauh dan ingin menyapamu. Apa yang kamu lakukan di sini sendirian?”
Nada merasa sedikit terkejut, tapi juga lega ada seseorang yang peduli padanya. “Hanya menikmati sore,” jawabnya dengan senyum kecil. “Aku baik-baik saja.”
Temannya duduk di sebelahnya, dan mereka berdua menikmati pemandangan senja bersama dalam diam sejenak. Kemudian, temannya berbicara, “Kamu tahu, Nada, orang-orang sering kali berbicara tanpa memikirkan perasaan orang lain. Mereka mungkin sedang berjuang dengan masalah mereka sendiri.”
Nada mengangguk pelan, merasa ada sedikit pemahaman. “Aku tahu,” katanya, “tapi tetap saja sakit ketika kata-kata mereka menghantui pikiran.”
Baca Juga Kumpulan Cerpen Indah dan Romantis
Temannya meletakkan tangan di bahu Nada. “Kamu tidak sendirian, Nada. Kita semua memiliki luka masing-masing. Yang penting adalah bagaimana kita memilih untuk melangkah maju dari luka itu.”
Nada merasa ada secercah harapan. Mungkin, benar kata temannya. Bisa jadi, dia tidak perlu membiarkan hinaan orang lain mendefinisikan dirinya. Mungkin sudah waktunya untuk melangkah maju, meninggalkan luka-luka itu di belakang.
Dengan semangat baru, Nada berdiri dan menatap matahari yang semakin tenggelam. “Terima kasih,” katanya dengan senyum yang lebih cerah. “Aku rasa aku siap untuk melangkah maju sekarang.”
Langkah Baru
Dan bersama teman yang setia, Nada melangkah menuju masa depan dengan hati yang lebih ringan, meninggalkan ejekan dan luka di masa lalu.
Dia pun pulang dan menyiapkan barang-barang yang mau dia bawa besok. Tidak lama kemudian esok hari pun tiba, Nada meninggalkan tempat yang penuh luka itu dan memilih untuk memulai pendidikan di Bali, pulau dewata yang mana sebelumnya dia tidak pernah dengar sama sekali, sehingga terdengar asing baginya. Namun demikian, dia tetap bertekad untuk memulai kehidupan baru di tempat rantau nya.
Nada memulai sekolah menengah pertama (SMP) nya di pulau dewata. Dengan hati yang penuh harapan dan semangat baru, ia melangkah menuju petualangan baru dalam hidupnya.








