Merapah.com – Sebelum senja muncul, kami memulai perjalanan menuju Kampung Sungai Burung, Tulang Bawang, Lampung. Dari kejauhan, hamparan rawa dan aliran sungai yang tenang seolah menyambut kami yang datang membawa semangat baru. Hari itu, saya ikut mendampingi tim dari Mitra Bentala Indonesia dalam agenda pelatihan dan pembekalan masyarakat pesisir.Di antara perjalanan perahu cepat (speedboat) dan jalur darat yang tidak selalu ramah kami membawa satu tujuan, yaitu berbagi pengetahuan tentang bagaimana mengelola wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Tak hanya teori, tapi juga berbagi praktik dan strategi agar masyarakat bisa lebih mandiri, tangguh, dan berdaya.
Menyatu dengan Aktivitas Nelayan Pesisir
Setibanya di lokasi menjelang senja udara lembap khas wilayah pesisir langsung menyergap. Kami turun dan langsung melihat para nelayan memilah hasil tangkapan laut. Mereka mendapatkan berbagai jenis tangkapan seperti rajungan, kerang kampak, dan lainnya.
Pelatihan dimulai dengan sesi pembukaan dan perkenalan. Setelah itu, para fasilitator dari Mitra Bentala menjelaskan pentingnya pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan. Topik seperti konservasi, pengawasan kawasan tangkap, serta penguatan kelembagaan lokal dibahas secara interaktif.
Saya duduk di barisan tengah, memperhatikan bagaimana masyarakat merespon materi. Beberapa nelayan bertanya mengapa abrasi semakin parah hingga mengurangi hasil tangkapan mereka. Di sisi lain, peserta juga membahas berbagai permasalahan dan penyebab rusaknya ekosistem perairan. Camilan bolu, kue ringan juga teh dan kopi hangat menemani sesi diskusi kami dalam forum itu.
Semangat Belajar di Ujung Senja
Satu hal yang membekas bagi saya hari itu: semangat belajar yang tak pernah padam. Meski sebagian peserta telah berumur, mereka tetap mencatat dan menyimak dengan sungguh-sungguh. Bagi mereka, pelatihan ini bukan sekadar rutinitas, tapi bagian dari perjuangan mempertahankan ruang hidup.
Menjelang sore, pelatihan ditutup dengan refleksi bersama. Banyak yang berharap kegiatan seperti ini bisa berlanjut, bahkan lebih intensif. Tak sedikit yang mulai merancang agenda kelompok untuk menindaklanjuti hasil pelatihan.
Saat perahu kembali melaju di antara aliran sungai, saya menyadari bahwa turun lapangan bukan hanya soal membawa materi atau dokumentasi. Ia tentang mendengar lebih banyak, menyerap lebih dalam, dan berjalan bersama mereka yang selama ini menjaga alam dengan tenang, di tepian negeri yang sunyi.
Sampai jumpa lagi, masyarakat Kampung Sungai Burung. Meski singkat, kunjungan ini sangat berkesan bagi saya. Semoga di lain waktu saya bisa kembali bersilaturahmi ke sini.
Tentang Penulis:
Putri Fajar Andini, lahir di Palembang pada tanggal 04 April 2003, berasal dari Provinsi Sumatera Selatan. Saat ini, ia merupakan mahasiswi Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung angkatan 2022. Akun Instagramnya adalah @__putrifajar.