Merapah.com – Fakta sampah di Pulau Pasaran menunjukkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan setiap tahunnya. Pulau kecil ini menghasilkan sekitar 149 ton sampah dari berbagai aktivitas rumah tangga dan usaha.
Data dari Yayasan Anak Bangsa Bisa menyebutkan 64 persen sampah berupa limbah plastik rumah tangga. Jenis plastik paling banyak adalah kantong kresek, kemasan makanan, dan botol minuman sekali pakai.
BACA JUGA: Dampak Sampah Plastik Bagi Laut, Ekosistem Terancam
Laut Tercemar, Nelayan Terpaksa Melaut Lebih Jauh
Fakta sampah di Pulau Pasaran tak hanya merusak daratan, tetapi juga laut sekitar. Sampah plastik terbawa arus sungai lalu menumpuk di pesisir Pulau Pasaran dan Teluk Lampung. Kondisi ini mengganggu kegiatan nelayan yang mencari ikan di sekitar pantai pulau tersebut.
Nelayan harus melaut lebih jauh karena ikan sulit ditemukan dekat kawasan tercemar sampah. Pencemaran laut ini mengancam mata pencaharian nelayan dan ekosistem pesisir Pulau Pasaran.
Rumah Tangga Belum Kelola Sampah dengan Baik
Kompas.com dalam artikelnya “Cerita Pasaran Wawai: Program Pengolahan Sampah Berbasis Ekosistem dan Digital” (13 September 2022), melaporkan bahwa sekitar 95 persen rumah tangga di Pulau Pasaran belum memilah dan mengelola sampah secara mandiri. Sebagian besar masih membuang sampah langsung ke lingkungan sekitar.
Fakta sampah di Pulau Pasaran ini menjadi tantangan besar dalam pengelolaan wilayah pesisir Lampung. Tanpa sistem pemilahan, sampah anorganik seperti plastik akan terus menumpuk setiap harinya. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi dan sistem pengangkutan sampah di tingkat rumah tangga.
BACA JUGA: Kolaborasi Mitra Bentala dan GPAP Bahas Krisis Sampah Plastik di Kota Karang
Solusi “Pasaran Wawai” Hadirkan Harapan Baru
Yayasan Anak Bangsa Bisa dan CCE meluncurkan program “Pasaran Wawai” di Pulau Pasaran. Program ini menggabungkan edukasi warga, teknologi digital, dan sistem daur ulang sampah terintegrasi.
Fakta sampah di Pulau Pasaran menjadi dasar penyusunan strategi berbasis data yang komprehensif. Program ini menargetkan pengurangan sampah sebanyak 20 persen dari total produksi tahunan. Selain itu, mereka menargetkan pemilahan sampah rumah tangga meningkat hingga 16,7 persen.
Rumah Inovasi Daur Ulang Ubah Sampah Jadi Produk
Inisiatif lainnya adalah mendirikan Rumah Inovasi Daur Ulang (RINDU) di tengah pemukiman warga. RINDU menjadi tempat pengolahan sampah plastik menjadi produk seperti tas, dompet, dan boneka.
Komunitas ibu-ibu SEA MAMA terlibat aktif dalam proses produksi daur ulang tersebut. Mereka mampu mencegah 450 kilogram sampah masuk laut setiap hari melalui kegiatan pemilahan. Produk hasil daur ulang dijual dan memberi pendapatan tambahan bagi ibu-ibu rumah tangga.
BACA JUGA: HIPMI Dukung Langkah Pemprov Kembangkan Smart City Berbasis Teknologi Satelit
Warga Mulai Ubah Perilaku untuk Lingkungan
Kini, warga Pulau Pasaran mulai sadar akan pentingnya memilah dan mengelola sampah sendiri. Anak-anak sekolah belajar menjaga lingkungan melalui program edukatif yang dilaksanakan komunitas lokal. Fakta sampah di Pulau Pasaran menjadi pengingat pentingnya kolaborasi antara warga dan pemerintah.
Dukungan teknologi, edukasi, dan komunitas mampu mendorong perubahan nyata dalam pengelolaan sampah. Pulau Pasaran perlahan berubah dari wilayah tercemar menjadi pusat inovasi pengelolaan sampah pesisir.